Siswa Melawan Putusan – SMAN 1 Bandung tak hanya dikenal sebagai salah satu sekolah unggulan, tetapi kini menjadi sorotan nasional karena benturan keras antara putusan hukum dan suara para siswanya. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan lahan sekolah sebagai bagian dari sengketa hukum telah memicu bara api di hati para pelajar. Mereka tidak tinggal diam. Para siswa dengan seragam putih abu-abu kini menjadi garda depan dalam mempertahankan apa yang mereka anggap sebagai rumah kedua.
Dari gerbang sekolah hingga halaman dalam, spanduk dan poster dengan tulisan besar “Tolak Putusan PTUN”, “Lindungi SMAN 1 Bandung”, dan “Sekolah Bukan Objek Sengketa” berkibar penuh semangat. Suasana yang biasanya di penuhi canda tawa pelajar kini berubah menjadi arena perlawanan sipil yang mengejutkan publik.
Lahan Sekolah Jadi Ajang Rebutan
Masalah bermula dari sengketa lahan antara pihak sekolah dengan individu yang mengklaim hak kepemilikan atas tanah yang telah puluhan tahun di tempati oleh SMAN 1 Bandung. Putusan PTUN yang memenangkan pihak penggugat seolah menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Bayangkan saja, satu institusi pendidikan berusia lebih dari setengah abad kini terancam terusir karena dalil administratif yang di perdebatkan.
Pihak penggugat bersikukuh bahwa mereka memiliki bukti sah atas kepemilikan tanah tersebut. Namun, warga sekolah, termasuk guru dan alumni, menolak mentah-mentah argumen itu. Mereka menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan yang terang-terangan merobek logika dan nalar publik.
Solidaritas Tanpa Kompromi
Yang paling mengejutkan adalah bagaimana para siswa bersatu tanpa celah. Tidak hanya orasi di depan sekolah, mereka juga menggencarkan kampanye di media sosial dengan tagar #SaveSMAN1Bandung dan #SekolahBukanLahanSengketa. Video-videonya viral, menunjukkan murid-murid yang duduk melingkar dengan buku di tangan, melakukan aksi belajar bersama sebagai bentuk penegasan bahwa sekolah bukanlah benda mati yang bisa di gugat seenaknya.
Bahkan, beberapa siswa sampai rela bolos ujian demi mengikuti sidang lanjutan di PTUN sebagai bentuk protes dan pengawalan moral. Mereka mendobrak stigma bahwa pelajar hanya tahu soal pelajaran dan tugas rumah. Tidak. Generasi muda ini tahu caranya bersuara dan memilih untuk melawan ketika ketidakadilan menampar wajah pendidikan.
Dukungan Alumni dan Guru Menggema
Para alumni SMAN 1 Bandung juga tak tinggal diam. Mereka turun tangan, menyuarakan keberatan atas keputusan yang di anggap mengabaikan nilai sejarah dan fungsi sosial sekolah. Surat terbuka, petisi, dan audiensi dengan pejabat daerah gencar di lakukan. Bahkan, beberapa nama besar dari kalangan akademisi dan politisi yang merupakan lulusan sekolah ini ikut angkat suara, menyebut bahwa pengabaian terhadap institusi pendidikan adalah bencana intelektual.
Guru-guru pun mendampingi siswa dalam perjuangan ini. Mereka tidak melarang murid-muridnya untuk turun ke jalan, justru memberi slot diskusi terbuka agar suara mereka tetap terarah dan tajam. “Kami tidak mengajarkan anak-anak untuk diam. Kami mendidik mereka untuk berpikir kritis, dan ini adalah bukti bahwa mereka benar-benar belajar,” ujar salah satu guru sejarah dengan nada tegas.
Pemerintah Daerah Serba Salah
Sementara itu, Pemprov Jawa Barat tampak berjalan di atas tali tipis. Di satu sisi, mereka terikat oleh hukum yang sudah di putuskan, tapi di sisi lain tekanan publik tak bisa di abaikan. Hingga kini, belum ada pernyataan final yang menyelesaikan konflik ini secara tuntas. Yang ada hanyalah janji akan meninjau ulang, akan mencari solusi damai, akan… dan akan lainnya.
Namun, publik athena168 tidak lagi sabar. Apalagi para siswa yang merasa masa depan mereka di gadaikan oleh sistem hukum yang membutakan fungsi sosial pendidikan. Semangat perlawanan ini bukan sekadar tentang bangunan fisik, tetapi tentang harga diri, sejarah, dan hak atas ruang belajar yang aman.